Aku akrab dengan Cindy karena ia adalah
cucu dari ibu kostku. Cindy lebih tua 2 tahun dan dia anak Surabaya,
sedang kuliah di Bandung hanya beda kampus denganku. Yang aku tahu,
kedua orangtuanya sudah pisah ranjang selama dua tahun (tapi tidak
bercerai) dan Cindy ikut tinggal bersama neneknya (ibu kostku) ketika ia
masuk kuliah.
Mungkin terlalu panjang kalo kuceritakan
bagaimana prosesnya hingga kami berpacaran. Aku beruntung punya cewek
seperti dia yang wajahnya sangat cantik (pernah dia ditawarin untuk
menjadi model), segala yang diidamkan pria melekat pada dia.
Kulitnya yang putih, hidung bangir,
matanya yang indah dan bening, rambut ikal serta tubuhnya yang padat..
Aku juga nggak tahu kenapa ibu kost menerimaku untuk nge-kost dirumahnya
padahal yang kost di rumahnya adalah cewek semua. Mungkin karena
ngeliat tampangku seperti orang baik-baik kali ya (hehehe)…
Pada awal kami berpacaran , Cindy
termasuk pelit untuk urusan mesra-mesraan. Jangankan untuk berciuman,
minta pegang tangannya saja susahnya minta ampun! Padahal aku termasuk
orang yang hypersex, dan aku sering kali melakukan onani untuk
melampiaskan nafsu seksku, hingga sekarang.
Aku bisa melakukan onani sampai tiga
kali sehari. Setiap kali fantasi dan gairah seksku datang, pasti
kulakukan kebiasaan jelekku itu. Entah dikamar mandi menggunakan sabun,
sambil nonton VCD porno dan seringnya sambil tiduran telungkup di atas
kasur sambil kugesek-gesekkan penisku.
Aku merasakan nikmat setiap orgasme
onani. Bact to story, sejak aku dan Cindy resmi jadian, baru dua minggu
kemudian dia mau kucium pipinya. Itu pun setelah melalui perdebatan yang
panjang, akhirnya ia mau juga kucium pipinya yang mulus itu, dan aku
selalu ingin merasakan dan mengecup lagi sejak saat itu.
Hingga pada suatu malam, ketika waktu
menunjukkan pukul setengah sepuluh, aku, Cindy dan Desi (anak kost yang
lain) masih asyik menonton TV di ruang tengah. Sementara ibu kostku
serta 3 anak kost yang lain sudah pergi tidur. Kami bertiga duduk diatas
permadani yang terhampar di ruang tengah.
Desi duduk di depan sementara aku dan
Cindy duduk agak jauh dibelakangnya. Lampu neon yang menyinari ruangan
selalu kami matikan kalau sedang menonton TV. Biar tidak silau kena mata
maksudnya. Atau mungkin juga demi menghemat listrik. Yang jelas, cahaya
dari TV agak begitu samar dan remang-remang.
Desi masih asyik menonton dan Cindy yang
disampingku saat itu hanya mengenakan kaos ketat dan rok mini matanya
masih konsen menonton film tersebut. Sesekali saat pandangan Desi
tertuju pada TV, tanganku iseng-iseng memeluk pinggang Cindy. Entah
Cindy terlalu memperhatikan film hingga tangannya tidak menepis saat
tanganku memeluk tubuhnya yang padat.
Dia malah memegang rambutku, dan
membiarkan kepalaku bersandar di pundaknya. Terkadang kalo pas iklan,
Cindy pura-pura menepiskan tanganku agar perbuatanku tidak dilihat Desi.
Dan saat film diputar lagi, kulingkarkan tanganku kembali.
“I love you, honey….†Bisikku di telinganya.
Cindy menoleh ke arahku dan tanpa
sepengetahuan Desi, ia mendaratkan ciumannya ke pipiku. Oh my God, baru
pertama kali aku dicium seorang cewek, tanpa aku minta pula. Situasi
seperti ini tiba-tiba membuat pikiranku jadi ngeres apalagi saat Cindy
meremas tanganku yang saat itu masih melingkar di pinggangnya, dan
matanya yang sayu sekilas menoleh ke arah Desi yang masih nongkrong di
depan TV.
Aman, pikirku.Apalagi ditambah ruangan
yang hanya mengandalkan dari cahaya Tv, maka sesekali tanganku meremas
payudara Cindy. Cindy menggelinjang, sesekali menahan nafas. Lutut
kanannya ditekuk, hingga saat tangan kiriku masuk ke dalam daster bagian
bawah yang agak terbuka dari tadi, sama sekali tidak diketahui Desi.
Mungkin ia konsen dengan film, atau mungkin juga ia sudah ngantuk karena
kulihat dari tadi sesekali ia mengangguk seperti orang ketiduran.
Ciumanku kini sedikit menggelora,
menelusuri leher Cindy yang putih mulus sementara tangan kiriku
menggesek-gesekkan perlahan vagina Cindy yang masih terbungkus celana
dalam. Ia mendesah dan mukanya mendongak ke atas saat kurasakan celana
dalamnya mulai basah dan hangat. Mungkin ia merasakan kenikmatan,
pikirku.Tanganku yang mulai basah oleh cairan vagina Cindy buru-buru
kutarik dari dalam roknya, ketika tiba-tiba Desi bangkit dan melihat ke
arah kami berdua. Kami bersikap seolah sedang konsen nonton juga.
“Aku ngantuk. Tidur duluan ya….. nih remote-nya!†ujar Desi sambil menyerahkan remote TV pada Cindy.
Desi kemudian masuk ke kamarnya dan
mengunci pintu dari dalam. Aku yang tadi agak gugup, bersorak girang
ketika Desi hanya pamitan mau tidur. Aku pikir dia setidaknya mengetahui
perbuatanku dengan Cindy. Bisa mati aku. Cindy yang sejak tadi diam
(mungkin karena gugup juga) matanya kini tertuju pada TV. Aku tahu dia
juga pura-pura nonton, maka saat tubuhnya kupeluk dan bibirnya kucium
dia malah membalas ciumanku.
“Kita jangan disini Say, nanti ketahuan….†Bisiknya diantara ciuman yang menggelora.
Segera kubimbing tangan Cindy bangkit,
setelah mematikan TV dan mengunci kamar Cindy, kuajak dia ke kamar
sebelah yang kosong. Disini tempatnya aman karena setiap yang akan masuk
ke kamar ini harus lewat pintu belakang atau depan. Jalan kami
berjingkat supaya orang lain yang telah tertidur tidak mendengar
langkah-langkah kami atau ketika kami membuka dan menutup kunci dan
pintu kamar tengah dengan perlahan.
Setelah kukunci dari dalam dan kunyalakan lampu kamar kuhampiri Cindy yang telah duduk di tepi ranjang.
“Aku cinta kamu, Cindy…..†ujarku ketika aku telah duduk disampingnya.
“Aku cinta kamu, Cindy…..†ujarku ketika aku telah duduk disampingnya.
Mata Cindy menatapku lekat.. Sejenak
kulumat bibirnya perlahan dan Cindy pun membalas membuat lidah kami
saling beradu. Nafas kami kembali makin memburu menahan rangsangan yang
kian menggelora. Desahan bibirnya yang tipis makin mengundang birahi dan
nafsuku. Kuturunkan ciumanku ke lehernya dan tangannya menarik
rambutku.
Nafasnya mendesah. Aku tahu dia sudah
terangsang, lalu kulepaskan kaosnya. Payudaranya yang padat berisi
ditutupi BH berwarna merah tua. Betapa putih kulitnya, mulus tak ada
cacat. Kemudian bibir kami pun berciuman kembali sementara tanganku
sibuk melepaskan tali pengikat BH, dan sesaat kemudian kedua payudaranya
yang telah mengeras itu kini tanpa ditutupi kain sehelai pun.
Kuusap kedua putingnya, dan Cindy pun tersenyum manja.
“Ayo Yan, lakukanlah….†Ujarnya.
“Ayo Yan, lakukanlah….†Ujarnya.
Tak kusia-siakan kesempatan ini, dan
mulai kujilati payudaranya bergantian. Sementara tangan Cindy membantu
tanganku melepaskan kemeja yang masih kukenakan. Kukecup putingnya
hingga dadanya basah mengkilap.
Betapa beruntungnya aku bisa menikmati
semua yang ada ditubuhnya. Tangan kananku yang nakal mulai merambah
turun masuk ke dalam roknya, dan kugesek-gesekkan pelan di bibir
vaginanya. Cindy menggelinjang menahan nikmat, sesekali tangannya juga
ikut digesek-gesekkan kesekitar vaginanya sendiri.
Bibirnya mendesah menahan kenikmatan.
Matanya terpejam, Sebentar kemudian vaginanya mulai sedit basah. Dan
kami pun mulai melepaskan celana kami masing-masing hingga tubuh kami
benar-benar polos. Betapa indahnya tubuh Cindy, apalagi ketika kulihat
vaginanya yang terselip diantara kedua selangkangannya yang putih mulus.
“Wah.. punyamu oke Cindy, Ok’s banget…†ujarku terpana
Begitu mulus memang,ditambah dengan bulu-bulu lebat disekitar bagian sensitifnya.
“Burungmu juga besar dan bertenaga. Aku suka Yan….†Balasnya sambil tangannya mencubit pelan kemaluanku yang sudah tegak dari tadi.
“Come on Honey….†Pintanya menggoda.
Begitu mulus memang,ditambah dengan bulu-bulu lebat disekitar bagian sensitifnya.
“Burungmu juga besar dan bertenaga. Aku suka Yan….†Balasnya sambil tangannya mencubit pelan kemaluanku yang sudah tegak dari tadi.
“Come on Honey….†Pintanya menggoda.
Aku tahu Cindy sudah begitu terangsang
maka kemudian kusuruh Cindy berbaring di atas kasur. Dan aku baringkan
tubuhku terbalik, kepalaku berada di kakinya dan sebaliknya(posisi 69).
Kucium ujung kakinya pelan dan kemudian ciumanku menuju hutan lebat yang
ada diantara kedua selangkangannya.
Kukecup pelan bibir vaginanya yang sudah
basah, kujilat klitorisnya sementara mulut Cindy sibuk mengocok-ngocok
kemaluanku. Bibir vaginanya yang merah itu kulumat habis tak tersisa.
Ehm, betapa nikmatnya punyamu Cindy, pikirku. Ciumanku terus menikmati
klitoris Cindy, hingga sekitar vaginanya makin basah oleh cairan yang
keluar dari vaginanya.
Kedua jari tanganku aku coba masukkan
lubang vaginanya dan kurasakan nafas Cindy mendesah pelan ketika jariku
kutekan keluar masuk.
“Ahh… nikmat Yannn…ahhhh…†erangnya.
“Ahh… nikmat Yannn…ahhhh…†erangnya.
Kugesek-gesekkan kedua jariku diantara
bibir klitorisnya dan Cindy makin menahan nikmat. Selang 5 menit
kemudian kuhentikan gesekkan tanganku, dan kulihat Cindy sedikit kecewa
ketika aku menghentikan permainan jariku.
“Jangan sedih Say, aku masih punya permainan yang menarik, okay?â€
“Oke. Sekarang aku yang mengatur permainan ya?†ujarnya.
Aku mengangguk.Jujur saja, aku lebih suka kalau cewek yang agresif.Cindy pun bangkit, dan sementara tubuhku masih terbaring di atas kasur.
“Aku di atas, kamu dibawah, okay? Tapi kamu jangan nusuk dulu ya Say?”
“Oke. Sekarang aku yang mengatur permainan ya?†ujarnya.
Aku mengangguk.Jujur saja, aku lebih suka kalau cewek yang agresif.Cindy pun bangkit, dan sementara tubuhku masih terbaring di atas kasur.
“Aku di atas, kamu dibawah, okay? Tapi kamu jangan nusuk dulu ya Say?”
Tanpa menunggu jawabanku tubuh Cindy
menindih tubuhku dan tangan kanannnya membimbing penisku yang telah
berdiri tegak sejak tadi dan blessss…….ah,Cindy merasa bahagia saat
seluruh penisku menembus vaginanya dan terus masuk dan masuk menuju
lubang kenikmatan yang paling dalam.
Dia mengoyang-goyangkan pantatnya dan
sesekali gerakannya memutar, bergerak mundur maju membuat penisku yang
tertanam bergerak bebas menikmati ruang dalam “guaâ€-nya.
Cindy mendesah setiap kali pantatnya
turun naik, merasakan peraduan dua senjata yang telah terbenam di dalam
surga.Tanganku meremas kedua payudara Cindy yang tadi terus menggelayut
manja.
Rambutnya dibiarkan tergerai diterpa
angin dingin yang terselip diantara kehangatan malam yang kami rasakan
saat ini. Kubiarkan Cindy terus menikmati permainan ini. Saat dia asyik
dengan permainannya kulingkarkan tanganku dipinggangnya dan kuangkat
badanku yang terbaring sejak tadi kemudian lidah kami pun beradu
kembali.
“Andainya kita terus bersama seperti ini, betapa bahagianya hidupku ini Cindy ” bisikku pelan
“Aku juga, dan ku berharap kita selalu bersama selamanya..”
“Aku juga, dan ku berharap kita selalu bersama selamanya..”
Sepuluh menit berlalu, kulihat gesekan
pinggang Cindy mulai lemah. Aku tahu kalau dia mulai kecapekan dan aku
yang mengambil inisiatif serangan. Kutekan naik turun pinggangku,
sementara Cindy tetap bertahan diam. Dan suara cep-clep-clep… setiap
kali penisku keluar masuk vaginanya.
“Ahh terusss
Yannnnn….terusss…nikmattttt…ahh…ahhhh….†hanya kalimat itu
yang keluar dari mulut Cindy, dan aku pun makin menggencarkan
seranganku.
Ingin kulibas habis semua yang ada dalam
vaginanya. Suara ranjang berderit, menambah hot permainan yang sedang
kami lakukan. Kutarik tubuh Cindy tanpa melepaskan penisku yang sedang
berlabuh dalam vaginanya dan kusuruh dia berdiri agar kami melakukan
gerakan sex sambil berdiri.
“Kamu punya banyak style ya say?” katanya menggoda.
“Iya dong, demi kepuasan kamu juga” jawabku sambil mulai menggesek-gesekan pebisku kembali.
“Ahh teruss…terusss……” desah Cindy ketika penisku berulang kali menerobos vaginanya.
“Iya dong, demi kepuasan kamu juga” jawabku sambil mulai menggesek-gesekan pebisku kembali.
“Ahh teruss…terusss……” desah Cindy ketika penisku berulang kali menerobos vaginanya.
Kupeluk tubuh Cindy erat sementara jari
tangan kirinya membelai lembut bulu-bulu vaginanya, dan sesekali
membantu penisku masuk kembali setiap kali terlepas. Keringat membasahi
tubuh kami. Lehernya yang mulus kucium pelan, sementara nafas kami mulai
berdegup kencang.
“Yan, keteteran nih, mau klimaks. Jangan curang dong….”
“Oke, tahan dulu Cindy” dan kucabut batang penisku yang telah basah sejak tadi.
“Oke, tahan dulu Cindy” dan kucabut batang penisku yang telah basah sejak tadi.
Kusuruh Cindy nungging di ranjang,
sementara tanganku mengarahkan penisku yang telah siap masuk kembali.
Dan kumasukkan sedikit demi sedikit hingga penisku ambles semua ke dalam
surga yang nikmat.
“Ah…tekan Yan…enaaaakkkkk…terusssss Yannn….” Erangnya manja setiap kali penisku menari-nari di dalam vaginanya.
Tanganku memegang pinggangnya agar gerakanku teratur dan penisku tidak terlepas,.
“Ohh…nikmat sekali Yan….teruss….terusss……” desahnya.
Tanganku memegang pinggangnya agar gerakanku teratur dan penisku tidak terlepas,.
“Ohh…nikmat sekali Yan….teruss….terusss……” desahnya.
Betapa nikmatnya saat-saat seperti
ini…dan terus kuulang sementara mulut kami mendesah merasakan kenikmatan
yang teramat sangat setiap kali penisku mempermaikan vaginanya.
“Yan….aku mo keluar nih…..udah ngga tahan….ahhh….ahhhh….” ujar Cindy tiba-tiba.
“Tahan Cin, aku juga hampir sampai….” aku menekan-nekan penisku kian cepat,sehingga suara ranjang ikut berderit cepat.
Dan kurasakan otot-otot penisku mengejang keras dan cairan spermaku berkumpul dalam satu titik.
“Tahan Cin, aku juga hampir sampai….” aku menekan-nekan penisku kian cepat,sehingga suara ranjang ikut berderit cepat.
Dan kurasakan otot-otot penisku mengejang keras dan cairan spermaku berkumpul dalam satu titik.
“Aku keluar sekarang Cin….” penisku
kucabut dari lubang vaginanya dan Cindypun seketika membalikkan badan
dan menjulurkan lidahnya, mengocok-ngocok batang penisku yang kemerahan
dan saat kurasakan aku tak mampu menahan lagi kutaruh penisku diantara
kedua belah payudaranya dan kedua tangan Cindy pun menggesek-gesekkan
payudaranya yang menjepit batang kemaluanku dan….croott…crooottt…
spermaku jatuh disekitar dada dan lehernya Sebagian tumpah diatas sprei.
Cindy menjilati penisku membersihkan sisa-sisa spermaku yang masih ada.
“Kamu ternyata kuat juga Say, aku hampir tak berdaya dihadapanmu” kubelai rambut Cindy yang sudak acak-acakan tak karuan.
“Aku juga ngga nyangka kamu sehebat ini Yan….”desahnya manja .
“Kamu ternyata kuat juga Say, aku hampir tak berdaya dihadapanmu” kubelai rambut Cindy yang sudak acak-acakan tak karuan.
“Aku juga ngga nyangka kamu sehebat ini Yan….”desahnya manja .
Waktu sudah menunjukkan setengah satu
malam Dan setelah kami istirahat sekitar lima belas menit, kami memakai
pakaian kami kembali dan membereskan tempat tidur yang sudah berantakan.
Dan tak lama kemudian kami pun pergi tidur dikamar masing-masing
melepaskan rasa lelah setelah kami ‘bermain†tadi.
Begitulah kisahku dengan Cindy, setiap
hari kami selalu melakukannya setiap kali kami ingin dan ada kesempatan.
Kami melakukannya di kamar sebelah kalau malam hari, kamar kostku, atau
bahkan dikamar mandi (sambi mandi bareng disaat rumah kost kosong hanya
ada kami berdua). Hingga pada suatu hari Cindy harus pindah ke luar
kota ikut kedua orang tuanya yang telah berbaikan lagi. Aku benar-benar
kehilangan dia, dan ingin kuterus bersamanya.
Pernah beberapa kali kususul ke tempatnya yang baru dan kami melakukannya berkali-kali di hotel tempat kami menginap